Naskah Gambar-Gambar Kesepian


Naskah Shodiq




               
Pemain:                               
1.       Ibu (Wanita Karir Single Parrent)
2.       Anak/Rini (Anak Cerdas, tapi Kurang Perhatian Orang Tua)
3.       Pembantu/Ijah (Patuh Terahadap majikannya)


BABAK  I
                Seting tamu lengkap dengan arsip-arsip, lampu gelap, terdengar alunan lagu pelan perlahan keras. Lampu perlahan menyala menyorot ke arah ibu.

Ibu:
(Menyelesaikan pekerjaan, mempelajari dan menanda tangani arsip-arsip)

Rini:
(Masuk, terburu-buru membawa buku tugas)
Ibu?, masih di rumah, tidak ke kantor hari in?.

Ibu:
Belum, sebentar lagi. Akan ada rapat dengan klien dari luar kota.

Ibu:
Kalau begitu, aku ingin menunjukkan sesuatu pada Ibu. Ini, (menunjukkan buku Tugas) aku dapat nilai bagus tadi di sekolah.

Ibu:
Iya, bagus (Sinis, dan tetap melanjutkan pekerjaannya)

Rini:
ayolah bu, lihatlah!, ini hasil belajarku
(memaksa)

Ibu:
iya, lain kali saja, ibu sedang sibuk

Rini:
tapi bu

Ibu:
Sudahlah (memotong)
Ibu sedang pusing, sangat sibuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan ini. Letakkan saja tugasmu di meja, lain kali kalau ibu sempat pasti ibu lihat

Rini:
Kalau sempat bu?
(purus asa)

Ibu:
Rini (sedikit membentak) apa kamu tidak lihat betapa sibuk dan pusingnya ibumu sekarang? Jangan ganggu ibu dulu.
Lebih baik kamu sekarang mandi, ganti baju, makan, istirahat sebentar, lalu berangakt kursus!
Rini:
Bu, aku sudah lama merindukan kasih sayang seorang ayah, apakah aku juga harus tidak merasakan kasih sayang ibu? Karena ibu tak pernah pedulikan aku dan kemauanku, ibu hanya memikirkan pekerjaan ibu saja. Anakmu juga butuh kasih sayang bu.

Ibu:
Anak kecil, tahu apa kamu tenteang kasih sayang?
Semenjak ayahmu tiada, ibu yang harus menjadi tulang punggung keluarga. Ibu harus bekerja mencari uang sendiri untuk menghidupi dan menyekolahkanmu, itu adalah wujud kasih sayang ibu yang paling nyata. Kamu itu hanya perlu belajar, belajar dan belajar, tak perlu kamu memikirkan tentang kasih sayang yang kamu sendiri saja tak faham kasih sayang itu seperti apa.
Kalau ibu mau, ibu bisa menikah lagi mencarikanmu ayah tiri, tapi ibu tak mau karena cinta ibu pada ayahmu dan terlebih padamu.
(berkemas, bersiap pergi)
sudahlah, pekerjaan ibu adalah segalanya karena hanya dengan semua ini kita bisa hidup.
Kalau kamu tidak patuh pada ibu, lalu kamu mau patuh pada siapa?
Sudah, ibu pergi dulu, ada rapat dengan klien.
Ingat, janagan kemana-mana, karena ibu tak mau anak ibu salah bergaul.dan jangan lupa kursus nanti!
Hati-hati dirumah!
(berlalu pergi)

Rini:
Selalu seprti ini, sendiri.
Sepi hanya itu temanku.
Tidak boleh keluar rumah kecuali sekolah dan kursus.
Aku tak punya teman yang bisa diajak bermain.
Dan tak boleh bermain selayaknya anak-anak seusiaku.
(duduk di meja kerja ibu)
aku harus pintar, tapi untuk melihat nilai hasil belajarku saja tidak ada yang sempat
(mengambil spidol dan kertas, tanpa sadar mencoret-coret kertas sambil menggumam)
Ayah, aku merindukanmu. Andai engkau masih ada..
Ibu, aku sangat butuh kasih sayangmu, memang semua dapat kumiliki dengan uang yang engkau berikan. Tapi aku tak hanya butuh uang bu, aku juga butuh kasih sayang dan belaianmu.
Aku ingin sekali diperhatikan, bermain dengan teman, selayaknya teman-teman seusiaku.
Apa aku harus pergi?
Tapi, aku sayang kamu bu...

Ijah:
Non, cepat mandi! Makanan juga sudah bibi siapkan.
(teriak)

Rini:
Nanti saja bi...

Ijah:
(masuk)
loh... nanti non sakit bi Ijah yang dimarahi nyonya non.
Pak ujang juga sudah siap ngantar non berabgkat kursus. Ayo non... (merayu)
non kan sudah besar, non juga anak pintar, tentu tak ingin bi Ijah dipecat kan?

Rini:
Rini pengen jalan-jalan keluar rumah bi...

Ijah:
jangan non, bibi dipesani untuk menjaga non jangan sampai keluar rumah kecuali untuk sekolah dan kursus.
Bibi gak berani non.

Rini:
ayolah bi.. aku bosan di rumah, aku penat bi, aku butuh hiburan.(memaksa)

Ijah:
iya non, bibi tahu. Sebenarnya bibi juga gak tega sama non.
Tapi apa non tidak kasihan sama bibi?, anak bibi banyak non, suami bibi sakit-sakitan, apa non tega bibi kehilangan pekerjaan bibi?
Tolong non, kasihani bibi...!

Rini:
Baiklah bi...

Ijah:
iya non, terima kasih banyak, maafkan bibi ya non!
Ayo non, mandi, makan, lalu berangkat kursus. Sudah ditunggu pak Ujang!

Rini:
iya bi
(mau keluar)

Ibu:
(masuk buru-buru)
loh, rini, kamu belum berangkat kursus?
(menuju meja)

Rini:
ini aku mau mandi bu, Ibu sendiri katanya ada rapat? Kok sudah pulang?

Ibu:
ada file ibu yang ketinggalan. (sambil mencari).

Rini:
ya sudah aku mandi dulu bu (keluar)

ibu:
iya, cepat nanti ketinggalan.

Rini:
iya..

Ijah:
mari Nyonya...

Ibu:
iya.
(mencari dengan terburu-buru, kemudian menemukan file yang dimaksud, yang ternyata sudah dicoret-coret Rini)
(kaget, marah)
Rini.....
(teriak)
Rini.... kemari....!

Rini:
(masuk, berlari)
ada apa bu?. Ada apa teriak-teriak?

Ibu:
perbuatan siapa ini?
(menujukkan kertas)
ini file bahan rapat ibu dg klien dari luar kota.

Rini:
(meminta, dan melihat kertas)
Ya Tuhan. Ibu, maafkan aku. Ini perbuatanku tadi. Tapi aku tidak sengaja.

Ibu:
tidak sengaja? Maksudmu apa? (marah)

Rini:
ini aku lakukan saat aku kesepian tadi bu. Aku duduk di meja kerja Ibu sambil melamun dan tanpa sadar aku mencoret-coret kertas penting Ibu

Ibu:
apa kau tidak bisa membaca?
Ini berkas penting proposal sekaligus lembar persetujuan kerja sama dengan klien dari luar kota. Ibu tidak punya lagi arsip dan filenya. Sekarang file ini sudah seperti ini. Dan ini semua perbuatanmu, apa maumu?

Rini:
Ibu, sejak aku lahir hingga menginjak remaja, aku tak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tua seperti halnya teman-temanku. Memang ibu selalu memberiku uang tapi aku tidak hanya butuh uangmu bu, aku butuh kasih sayang dan belaian ibu.

Ibu:
kamu ingin kita miskin?, lihatlah kamu hampir menghancurkan karir Ibu. Kamu ingin Ibu meninggalkan dan kehilangan pekerjaan ibu lalu selalu memperhatikanmu sehingga kau merusak file-file ini? Begitu?

Rini:
Tidak Bu, aku hanya ingin Ibu juga punya waktu untuk aku. Bukan hanya untuk bekerja dan terus bekerja.

Ibu:
bukankah kau sudah hampir remaja? Apakah masih harus ibu menemanimu bermain, jalan-jalan ke taman, naik ayunan, seperti itu?

Rini:
sejak aku lahir, kecil, hingga sekarang bukankah memang aku tak pernah merasakan itu bu?
Paling tidak jangan biarkan aku kesepian...
tadi, aku berada dipuncak rasa kesepian bu. Aku duduk di meja kerja ibu, meratapi betapa sendirinya hari-hariku. lalu aku coba menghibur diri sendiri dengan sedikit menyalurkan bakatku menggambar. Dan tanpa aku sadari kertas yang aku coret adalah kertas penting Ibu..

Ibu:
Oh.... kau mulai besar, mulai bisa membuat alasan, dan mulai berani membantah ibumu sendiri.
Belajar dari mana kau?

Rini:
belajar dari Ibu, yang hanya mementingkan pekerjaan dari pada untuk menyayangi anaknya sendiri
(naik nada)

Ibu:
Diam!!! (membentak, memukul meja)
aku tak pernah mengajarimu berkata seperti itu

Rini:
karena memang Ibu tak pernah mengajari aku apa-apa kecuali hanya memberiku uang dan membiarkan aku kesepian.

Ibu:
kau melawan Ibumu?

Rini:
aku lelah bu, aku lelah dari dulu terus berdebat dengan Ibu tentang semua ini. Tentang kesepianku dan tentang pekerjaan.
Aku lelah bu, aku lelah, aku tak kuat.

Ibu:
sepertinya kau sudah berani dengan Ibumu sendiri...

Rini:
karena aku merasa uang telah menggantikan Ibu sebagai Ibu kandungku.

Ibu:
Tutp Mulutmu!
Kemarikan tanganmu yang telah merusak jerih payah Ibu.
(menarik tangan Rini, dan mengambil sapu) .Akan kuhukum tangan ini
(memukuli tangan Rini)
 Tangan bodoh yamg sok tahu tentang kasih sayang.
Tangan yang sudah berani pada Ibu kandugnya.
 
Rini:
Ibu... jangan bu... sakit bu... jangan... (membrontak)

Ibu:
Diam... biar tangan ini tahu rasa, dan bisa berfikir betapa lelahnya aku selama ini menghidupinya. (selesai memukuli)
sekarang pergi dari ruangan ini, keluar!

Rini:
(menangis kesakitan)
Ibu tak pernah mengerti, Ibu jahat.

Ibu:
Keluar! (membentak)

Rini:
(keluar)

Ibu:
(duduk di kursi, bingung)

Ijah:
(masuk buru-buru)
ada apa nyonya, kok ribut-ribut?
Tadi saya juga melihat Non Rini menangis masuk kamarnya.
ada apa nyonya?

Ibu:
kamu itu disuruh ngurus satu anak saja tidak becus.
Lihat kelakuannya (memperlihatkan file)
dia juga sudah berani melawan Ibunya. Kerja macam apa kamu?

Ijah:
(takut)
maaf nyonya, saya tidak tahu,saya tidak mengerti, tadi saya...

Ibu:
halllllah.... (memotong) cukup. Sekarang lebih baik kau urus nonamu itu! Keluar, aku ingin sendiri!

Ijah:
Baik nyonya(keluar)

Ibu:
(berkemas-kemas mau pergi)

Ijah:
(masuk lagi)
anu nyonya...

Ibu:
ada apa?

Ijah:
Nona Rini badannya panas sekali.

Ibu:
badan panas saja bingung, beri obat turun panas saja pasti sembuh, kalau masih panas panggil saja dokter. Jaga dia, aku dalam dua minggu ini akan keluar kota, mengurus kerja sama perusahaan sekalian aku mau jalan-jalan mencari suasana lain, aku muak di rumah ini, punya anak dan pembantu sama saja. Aku pergi dulu!
(pergi)

Ijah:
I,i,i,i iya nyonya...

                Lampu perlahan kembali gelap, suara nyanyian kembali mengalun lirih.

BABAK II
                Suara nyayian masih mengalun, perlahan mulai hilang bersama lampu yang perlahan menyala. Setting panggung tetap di kamar kerja Ibu. Terlihat Ijah sedang bersih-bersih ketika lampu mulai terang.

Ibu:
(masuk, terlihat lelah setelah keluar kota)

Ijah:
(kaget)
eh, nyonya sudah pulang?
(meminta barang bawaan Ibu)

ibu:
iya,
(langsung duduk kelelahan)
tolong bi, buatkan aku air hangat untuk mandi, badanku lelah sekali.

Ijah:
baik nyonya
(mau keluar)

Ibu:
eh, bi (memanggil)

Ijah:
 (kembali)
iya nyonya, ada apa?

Ibu:
Rini kemana? Seharusnya dia kan di rumah. Hari ini kan hari libur.

Ijah:
ehm.... anu nyonya... tadi saya mau cerita, tapi nyonya keburu nyuruh saya bikin air hangat, jadi niat saya, mau cerita setelah nyonya mandi saja, biar nyonya sudah segar.

Ibu:
memang ada apa? Kemana Rini?

Ijah:
(berfikir)
Non Rini sedang dalam perjalanan pulang bersama Pak Ujang Nyonya.

Ibu:
Loh, dari mana memangnya? Hari ini sekolah dan kursus kan libur? Kelayapan kemana dia?
Kamu itu disuruh menjaga satu anak saja susah sekali, kamu mau saya pecat?

Ijah:
tidak nyonya, saya tidak mau dipecat.

Ibu:
kalau gitu kerja yang bener!, kemana Rini?

Ijah:
ehm.... pak Ujang tadi njemput non Rini dari Rumah Sakit nyonya.

Ibu:
ke rumah sakit?, siapa yang sakit?

Ijah:
non Rini Nyonya.

Ibu:
Rini?, sakit apa dia?.

Ijah:
Begini nyonya, kemarin saat nyonya berangkat keluar kota, keadaan non Rini kan badannya panas sekali, bibi sudah kasih obat turun panas seperti perintah nyonya, tapi badan non Rini tambah panas dengan keringat dingin dan seperti pingsan begitu nyonya.
 Terus Bibi panggil dokter, kata pak Dokter, Non Rini harus dibawa ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, dokter bilang, panas badannya non rini bukan karena demam nyonya.. tapi.....

Ibu:
tapi apa?(memutus)
kenapa? (panik)


Ijah:
ehm... karena... infeksi luka di kedua tangan non Rini.
(takut)

Ibu:
(berfikir)
lalu bagaimana keadaan Rini sekarang? Rini sudah tidak apa-apa kan?
(semakin panik)

Ijah:
iya nyonya, non Rini selamat. Keadaanya sekarang juga baik-baik saja, sudah sehat dan ssekarang dalam perjalanan pulang.

Ibu:
Syukurlah kalau begitu (lega)

Ijah:
tapi nyonya..

Ibu:
tapi apa lagi bi? Masalah biaya pengobatan? Sudah, biyar nanti saya urus.

Ijah:
bukan nyonya, bukan itu..

ibu:
lalu?

Ijah:
luka di tangan non sangat parah, sampai melukai syaraf di tangannya, dokter bilang itu sangat berbahaya bagi nyawa non Rini. Maka.......

Ibu:
maka apa bi? Jangan bertele-tele kalau bicara!

Ijah:
maka kedua tangan Non Rini harus diamputasi Nyonya... demi keselamatan nyawanya, dan sekarang non Rini sudah kehilangan kedua tangannya..

Ibu:
ya Tuhan... (menangis, menyesal)
kenapa bibi tak memberi tahu saya?

Ijah:
kemarin bibi sudah berusaha menelpon nyonya, tapi sangat sulit. Sebenanya dokter juga butuh persetujuan nyonya, tapi nyonya tidak bisa dihubungi. Keputusan dokter, dari pada membahayakan nyawa non Rini, lebih baik operasi pengambilan kedua tangan non Rini segera dilakukan, meski tanpa persetujuan nyonya..
Bahkan sampai non Rini mau pulang pun nyonya tetap sulit dihubungi.

Ibu:
(galau)

                Terdengar suara orang mengetuk pintu

Ijah:
Mungkin itu pak Ujang dan Non Rini datang nyonya, biar Bibi buka pintunya
(keluar)

Ijah, Rini, Pak Ujang:
(masuk)

Ibu:
(menangis mendatangi Rini)
Rini, maafkan Ibu!. Ibu sadar Ibu salah, selama ini hanya memikirkan pekerjaan tanpa memperdulikanmu. Ibu terlalu egois hingga membuat kamu seperti ini. Ibu menyesal, maafkan Ibu.

Rini:
(pandangan kosong)

Ijah:
Kalau begitu saya dan Pak Ujang pamit ke belakang dulu. Mari nyonya...
(pergi bersama pak Ujang)

Ibu:
(hanya melihat Ujang dan Ijah)
Rini, meski Ibu tahu semua sudah terlambat, Ibu berjanaji mulai sekarang Ibu akan selalu memperhatikanmu. Ibu tidak akan membiarkanmu kesepian lagi. Ibu akan menuruti semua keinginanmu.
Kamu ingin apa sayang? Katakan pada Ibu agar kamu senang?
Jangan hanya diam nak, katakana pada Ibu..

Rini:
Aku hanya ingin satu hal bu..

Ibu:
Iya nak, katakan apa keinginamu. Ibu pasti akan menuruti kamauanmu itu..

Rini:
(memandang Ibunya)
Aku ingin menggambaar bu....


Nyanyian kembali mengalun lirih, lampu perlahan mati, nyanyian selesai bersamaan lampu mati. Dan SELESAI



Ulasan

Catatan popular daripada blog ini

Naskah Teater Realis Disaster

Naskah Surealis "FAILED"

Naskah Monolog Pendek "Aku Ibumu" A. Shodiq